Tuesday, August 21, 2012

Sewot di KL



Setelah melakukan pembagian keuntungan dan perhitungan hutang piutang, saya bersama “my partners in crime” memutuskan untuk saling memisahkan diri dan memilih “jalan hidup” masing2. New Delhi Railway Station menjadi saksi perpisahan kami setelah selama hampir 2 pekan menikmati musim panas di India. Ada yang ke utara mencari salju, ada yang memilih tetap di Delhi demi menonton Transformer, ada yang mencarter becak seharian penuh, ada yang segera mencari guest house untuk istirahat, mandi dan buang air; sementara saya sendiri memilih meninggalkan India dan ngadem di Malaysia selama 3 hari.

Seperti halnya pelancong kelas kere lainnya, saya memilih menginap di sebuah guest house murah seputaran daerah Bukit Bintang di Kuala Lumpur (KL), walaupun belum bisa memecahkan rekor murahnya salah satu guest house ketika saya di India (40 rupee = ± Rp. 8.000/ org)

Bukit Bintang (BB) adalah tempat kebanyakan para turis biasanya menginap selama di KL. Mirip-mirip jalan Jaksa-nya Jakarta, tetapi BB jauh lebih ramai turisnya. Tidak ada yang menarik untuk dikisahkan mengenai pengalaman saya selama di KL, selama 3 hari saya hanya muter2 kota KL sendirian. Kalau saya hitung2, Petronas Twin Tower hanya bisa membuat saya kagum tidak lebih dari 3 menit, begitupun Genting Highland, apalagi Batu Cave (sy gak ke tempat ini, hanya liat gambarnya saja di brosur). Saya lebih menyukai berjalan-jalan sepanjang trotoar di KL yang nyaman tanpa fivefeet itu, hingga tiba saat saya lelah dan haus.

Bermodalkan segelas kopi Setarbak, saya duduk2 sambil memandangi orang yang lalu-lalang, menikmati suasana sore hari di KL. Sempat juga muncul harapan dideketin sama turis cewek yang lagi jalan sendirian. Nihil…wajahku kurang ngejual banget di sini beda ama di kampung. Berbagai tipe penampilan orang lewat di depan saya, mulai dari yang bercadar sampai yang bercelana pendek, mulai dari yang berkulit putih sampai yang se item2nya, berbagai tipe suku bangsa mungkin ada di sini, pun Indonesian dan mereka adalah turis, dan saya pun sewot jadinya. Kenapa begitu banyak turis yang berkunjung ke negara ini? Kenapa gak ke negara saya aja? Lho…saya sendiri ngapain ke sini?

Tahun 2010, Malaysia masuk dalam daftar World’s Top 10 Tourism Destination. Waw…spektakuler, fantastis, bombastis, haiyahhh. Pandangan saya lalu menerawang membayangkan kenyataan ini, kenapa Indonesia gak bisa? Apa yang hebat dari Malaysia dan apa yang salah dengan saudara tuanya Indonesia? Indonesia jauh lebih luas, pulaunya jauh lebih banyak, peninggalan budayanya beragam, harga-harga lebih murah.

Kopi sudah tidak setengah lagi, tapi saya sudah setengah putus asa mencari-cari penyebabnya ketika tiba-tiba nongol setitik terang ditengah kegelapan walau hanya berupa dugaan. Dari sekian yang sempat muncul di otak saya, kayaknya ini yang paling menarik untuk diamati.

Adakah hubungannya keberadaan Lower Cost Carrier dengan ini semua? Agar tidak ngelantur ngomongnya dan sekedar cerita pepesan kosong tanpa dukungan bukti yang kuat, saya harus memperoleh data-datanya dulu sebelum bercerita panjang lebar dan membuktikan dugaan saya itu. Segera saya menghabiskan sisa kopi dan bergegas mencari Internet Café terdekat…..(to be continued)

No comments:

Post a Comment