Tuesday, August 21, 2012

Maaf Pak Gubernur

Salah satu contoh dari seorang ‘ahli’ yang gagal menurut saya adalah Fauzi Bowo (Foke). Pada masa pencalonannya sebagai gubernur dulu beliau terkenal dengan slogan kampanye “ Macet, Serahkan Pada Ahlinya”. Kemudian apa yang terjadi, setelah ditangani oleh yang katanya ahlinya, kemacetan Jakarta justru semakin parah. Kemarin pagi saja (Senin, 30/8) untuk sampai di Mampang dari Margonda (Depok), saya bersama sopir saya (taxi; red) butuh waktu hampir 3 (tiga) jam. Jam 5 pagi saya sdh keluar rumah dan baru tiba di Mampang hampir jam 8, padahal jika tdk macet waktu tempuhnya bisa kurang dari 30 menit (kapan sie gak macet? Tengah malam kaleee…).

Kemarin saya mengakui telah melakukan blunder dengan memilih menggunakan taxi. Biasanya saya menggemari tranportasi massal bebas hambatan seperti KRL dan Busway, namun karena tujuan saya kali ini tidak ‘connected’ dgn dua alat transportasi ini maka saya pun lebih memilih menggunakan taxi. Gitu deh…

Jika diurutkan berdasarkan preferensi saya, KRL adalah alat transportasi idola pertama, kemudian disusul berturut-turut oleh Busway, Bus/Metromini, Ojek, Bajaj/Bemo, dan terakhir Taxi. Dari urutan preferensi ini dapat ditebak bahwa saya berasal dari golongan ekonomi lemah yang sok menuntut ketepatan waktu. Memang dari semuanya tidak ada yang bisa menjamin ketepatan waktu, tetapi KRL dan Busway yang memiliki jalur khusus masih bisa sedikit diandalkan, sedikit lho. Jangan tanya tentang kendaraan pribadi, satu-satunya alat transportasi pribadi yang saya miliki adalah sebuah sepeda ‘onthel’ antik yang sekali-sekali saya gunakan juga ke tempat kerja ketika saya kerja di Sulawesi. Pernah punya sepeda motor, tetapi karena terdesak kebutuhan, akhirnya dijual juga.

Kembali ke soal macet, sopir (baca: taksi) saya yang kemarin justru ngotot menyalahkan Busway yang menjadi penyebabnya. Menurutnya Busway telah mengambil sebagian bahu jalan sehingga mempersempit ruang gerak bagi kendaraan umum lainnya. Apalagi sejak Pemda DKI menerapkan sanksi tegas kepada kendaraan lainnya yg memasuki jalur Busway. Ada benarnya juga sopir saya ini, ketika kendaraan kami terjebak macet, jalur busway justru sepi. Selang waktu antara satu Busway dengan yang berikutnya cukup lama, padahal isi Busway-nya penuh sesak. Jadi ingat moment2 menunggu Busway di haltenya saat peak2nya. Sudah antriannya panjang, Buswaynya jarang muncul lagi.

Kemudian teringat saran Pak JK pada salah satu tulisannya tentang transportasi di Jakarta. Menurut beliau seharusnya Busway bisa mengangkut lebih banyak lagi penumpang, karena telah mengambil sebagian bahu jalan. Kapasitas jalur Busway yang ada belum dimaksimalkan. Tapi klo armadanya terbatas gini, gimana mo ngangkut dalam jumlah banyak. Gimana masyarakat Jakarta mo beralih dari kendaraan pribadi ke Busway (transportasi massal) kalau kenyamanan dan ketepatan waktu tidak terpenuhi. Selain soal biaya yang murah, transportasi massal harus bisa memberikan kenyamanan dan ketepatan waktu.

Sepertinya sie sudah sejak lama disadari klo armada Busway-nya masih kurang. Tapi kayaknya susah banget mo nambah jumlah armada. Apanya yg susah sie utk nambah armada? Tinggal beli, …gitu aja kok repot. Mungkin memang belum saya sadari/ketahui klo ada kerumitan dan kesulitan dalam pengadaan armada baru Busway. Tapi utk orang sekelas Gubernur DKI dengan kewenangan yang dimilikinya, gak masuk akal (atau belum masuk logika) saya klo gak bisa menambah armada Busway dengan cepat. Maafkan saya yang naif ini Pak.

Next stop, Harmoni
Check your belonging and step carefully !


No comments:

Post a Comment